Thursday, August 16, 2007

Mother’s Boy – Kegagalan Identifikasi Oedipus Complex

Anak laki-laki cenderung untuk memiliki kelekatan kepada ibunya. Tetapi apabila kelekatan tersebut berlebihan, si anak justru malah menjadi terlalu bergantung kepada ibunya. Kita menyebutnya sebagai “anak mami” atau istilah baratnya mother[s boy. Penjelasan dari teori perkembangan seksual mengatakan bahwa hal tersebut terjadi sebagai akibat dari ketiadaan akan figur ayah, sehingga membuat si anak tidak mempunyai tokoh identifikasi, dan pada akhirnya kehadiran ibu yang begitu kental dalam kehidupannya (over protective), mengakibatkan si anak teridentifikasi kepada tokoh ibunya. Dalam hal ini proses oedipus complex nya tidak selesai. Hal ini kemudian mengkristal dalam bentuk kepribadian (personality). Pada akhirnya saya berpikir bahwa dalam hal kelekatan, orangtua dalam pola asuhnya kepada anak sebaiknya tertindak secara cukup saja (artinya tidak kurang dan tidak berlebihan pula). Sebagai orangtua bersikap menjadi “enough mother or enough father.”

Gaya Harajuku, Refleksi Manik?

Harajuku merupakan bentuk dandanan dari mulai ujung rambut sampai kaki yang terlihat menor, heboh, asal-asalan, malah terkesan awut-awutan. Trend ini pertama kali berkembang di negara Jepang dan akhirnya sampai pula ke negara Indonesia pada tahun belakangan ini. Saya berpikir, penampilan harajuku yang dipersembahkan oleh muda-mudi tersebut tak ubahnya seperti pasien-pasien dengan gangguan manik yang acapkali ditemukan di bangsal rumah sakit jiwa, walaupun dalam kadar atau derajat yang masih berskala rendah. Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) disebutkan bahwa gambaran dari perilaku manik adalah kekhasan dalam suasana perasaan yang meningkat (elasi), percaya diri yang membumbung tinggi dalam pergaulan sosial dengan banyak kegembiraan (euforik). Mereka yang berhaluan harajuku kadang terkesan bangga apabila busana, gaya rambut dan aksesori atau atribut yang menempel di badannya tersebut menjadi terlihat aneh dan beda. Keyakinan diri pribadi tersebut sangat besar untuk menjadi pusat perhatian dan mendapatkan suatu bentuk pengakuan. Imbasnya menciptakan perasaan bangga akan penampilan. Sepertinya, Trend Harajuku yang mulai banyak di ikuti oleh beberapa artis ibukota sekarang ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan modernitas zaman dan kehidupan yang penuh akan stressor menekan dan beban berat secara kompleks. Sehingga pada akhirnya, akumulasi perasaan depresi dalam alam bawah sadar yang kemungkinan banyak dialami oleh pribadi-pribadi tersebut di kota besar (metropilitan) terrefleksikan dalam bentuk gambaran perilaku manik pada alam sadarnya.

Psychopuncture – Terapi Jiwa Perpaduan Timur Barat

Psychopuncture dikembangkan oleh Dr. Med. Hallym Calehs, PhD, seorang psikiater spiritual dan transkultural serta ahli akupunktur. Psychopuncture adalah terapi jiwa yang memadukan unsur ilmiah dan tradisional (perpaduan budaya timur dan barat) dengan menggunakan metode BEST (Basic Emotional Structuring Test), yaitu suatu tehnik ilmiah pengenalan emosi (diri sendiri) dengan mengenali sesuatu yang dibenci. Teknik Psychopuncture dengan metode BEST ini adalah hasil temuan dokter Hallym dan telah dipatenkan di Jerman. Sebagai alat Bantu metode BEST, digunakan 10 buah boneka dengan aneka mimik yang berbeda. Pada sesi pemeriksaan, seseorang di minta untuk memilih boneka yang disukai dan boneka yang tidak disukai. Pilihan tersebut merupakan suatu refleksi dari kejiwaan orang tersebut sehingga kemudian dapat diketahui garis besar dari kepribadian orang tersebut dan macam terapi yang sesuai untuk dirinya.

Monday, August 06, 2007

Novel : Petualangan Don Quixote

Sebuah novel karya pengarang besar Spanyol Miguel de Cervantes Saavedra (1547-1616). Dalam perjalanan waktu, Cervantes pada buku keduanya melakukan sebuah pengakuan bahwa Don Quixote bukanlah karangannya, melainkan karangan seorang sejarawan Arab bernama Cid Hamet Benengeli. Terlepas dari pengakuan itu, novel ini memiliki banyak dinamika yang bersinggungan dengan ranah kejiwaan. Dalam novel tersebut terangkai sebuah kisah pengembaraan dari seorang serdadu perang bernama Don Quixote yang memiliki suatu “waham kebesaran” Dengan membawa keyakinan bahwa dia adalah satu-satunya satria yang berhak menyelamatkan manusia yang mengalami kezaliman. Bersama pengawal setianya Sancho Panza, kuda kebanggaannya Rozinante, dan bayangan halusinasi visual akan kekasihnya Dulcinea, Don Quixote melakukan suatu pengenbaraan. Pernak-pernik tindakan skizofrenik (gagasan gila, dungu dan ceroboh) yang dilakukan Don Quixote tersebut banyak mewarnai kisah petualangannya. Pengaruh akan imajinasi gila yang mendera Don Quixote membawa jalinan kisah ini kepada suatu kekacauan, kegetiran, nelangsa sekaligus kekonyolan. Pesan utama dari novel ini ternyata adalah suatu jawaban tentang “kegilaan” yang bangkit dari gugusan imajinasi.
Novel ini, saya rasa cocok untuk dibaca oleh psikiater, psikolog atau praktisi lain yang meminati kajian kejiwaan, sebagai pembelajaran akan simptomatologi dan hiburan konyol menjelang tidur.


Hipnoterapi bagi Permasalahan Kejiwaan

Hipnosis dikembangkan pertama kali oleh dokter berkebangsaan Austria bernama Franz Anton Mesmer (1734-1815) untuk terapi medis. Perkembangan belakangan ini di Indonesia, hipnoterapi mulai banyak dilirik oleh masyarakat sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan psikologis dan kejiwaan yang dialaminya. Tetapi alangkah baiknya, masyarakat jangan lantas latah terhadap fenomena yang berkembang ini. Hipnoterapi sebagai bagian dari psikoterapi. Dalam klinis, hipnoterapi tetap memiliki aturan mengenai kriteria gangguan kejiwaan apa saja yang bisa diterapi dengan metode hypnosis. Hal ini sebaiknya harus menjadi perhatian pula.


Anakku Seorang Skizofrenik! – Hidup Bersama Anak dengan Gangguan Jiwa

Sebuah buku mengenai kisah hidup yang dituturkan oleh Beth Henry tentang lika-liku dirinya menyangkut semangat dan komitmen dalam menyikapi pola perilaku dan penyembuhan bagi dua anak tirinya yang ternyata mengalami gangguan jiwa. Buku ini baik dibaca oleh praktisi bidang kejiwaan anak sebagai bahan masukan ketika memberikan edukasi kepada keluarga atau masyarakat yang memiliki anak dengan gangguan jiwa karena banyak mengandung nilai hidup baik yang dapat ditiru dalam menghadapi anak dengan penyakit mental.


Masa Depan Biotek dan Teknologi Biomedia (Bussinessweek Juni 2004 – Gatra Oktober 2005)

Perkembangan riset tentang stem cell dan teknologi biomedis diarahkan kepada penemuan baru melalui teknik canggih untuk menyembuhkan penyakit jantung, otak dan kelak dapat penghentian proses penuaan pada manusia melalui molekul yang dapat merangsang pertumbuhan neuron dan mekanisme neurotransmiter. Apakah mungkin nantinya juga akan mengarah kepada penyakit kejiwaan, khususnya skizofrenia?


Trans Kesurupan – Suatu Fenomena Budaya atau Gangguan Disosiatif

Belum lama berselang (kira-kira 1 minggu yang lalu), peristiwa kesurupan yang menimpa sekelompok pelajar kelas menengah atas kembali lagi terjadi di Indonesia. Kejadian yang baru ini, menimpa sekelompok siswi sekolah menengah atas di Propinsi Kalimantan, tepatnya di Kota Banjarmasin berupa perilaku seperti orang kerasukan atau kesurupan. Fenomena ini menarik, karena sudah berulang kali terjadi hampir di seantero Indonesia. Peristiwa kesurupan yang terakhir ini adalah untuk yang ke-sekian kalinya terjadi lagi dalam kurun waktu 3 tahun belakangan ini. Terdapat tipikal kesamaan dari beberapa kejadian kesurupan yang terjadi di Indonesia ini, yaitu menimpa pelajar sekolah menengah yang notabene saat itu sedang menjalani aktivitas belajar di sekolah (jam pelajaran), banyak menimpa pelajar yang berjenis kelamin perempuan, dan menurut informasi masyarakat yang melihat kejadian itu seperti menular (menginduksi) kepada teman lainnya ketika salah seorang siswi tiba-tiba mengalami kesurupan. Kesemuannya itu dalam kaiian psikiatri di kenal sebagai suatu gangguan disosiatif atau dulu dinamakan sebagai histeria konversi. Satu hal menarik yang dapat dikaji dari beberapa peristiwa kesurupan di Indonesia, kejadian itu merupakan suatu jenis gangguan disosiatif yang bentuknya berupa gangguan trans kesurupan atau suatu fenomena budaya? Karena masyarakat Indonesia tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari aspek budaya tradisional dan pandangan sosio-kultural yang telah tertanam sejalan dengan perkembangan individu itu menuju suatu pendewasaan. Saya berpikir, bahwa kejadian kesurupan yang kemudian menginduksi banyak orang tidak dapat dilepaskan dari peranan budaya setempat. Paparan melalui tayangan visual dari ritual keagamaan dan budaya daerah seperti pertunjukan kuda lumping, sintren kesurupan, kuda kepang dan masih banyak lagi di berbagai daerah Indonesia secara tidak langsung kemudian terimitasikan dalam bentuk gangguan disosiatif di masyarakat. Hal lain yang menarik, peristiwa kesurupan massal yang terjadi di Indonesia (pada pelajar sekolah dan pekerja pabrik) perlu diicermati, apakah ini sebagai bentuk penumpahan dari beban stressor yang sudah terakumulasi begitu pada dua sosok individu tersebut. Apakah beban tugas, pelajaran atau pekerjaan dan ketatnya aturan baik di sekolah maupun di pabrik sebagai stresor psikososil telah melahirkan suatu fenomena kesurupan ini?